Thursday, January 3, 2013

Sejarah Manusia Rantai di Sawah Lunto, Sumatera Barat

Sawah Lunto adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota yang terletak 95 km sebelah timur laut kota Padang ini, dikelilingi oleh 3 kabupaten di Sumatera Barat, yaitu kabupaten Tanah Datar, kabupaten Solok, dan kabupaten Sijunjung. Kota Sawahlunto memiliki luas 273,45 km² yang terdiri dari 4 kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 54.000 jiwa. Pada masa pemerintah Hindia-Belanda, kota Sawalunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini sempat mati, setelah penambangan batu bara dihentikan.

Saat ini kota Sawahlunto berkembang menjadi kota wisata tua yang multi etnik, sehingga menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia.Di kota yang didirikan pada tahun 1888 ini, banyak berdiri bangunan-bangunan tua peninggalan Belanda. Sebagian telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat dalam rangka mendorong pariwisata dan mencanangkan Sawahlunto menjadi "Kota Wisata Tambang yang Berbudaya"

Sejarah Manusia Rantai

Kota ini menyimpan sejarah kelam pekerja paksa di pertambangan yang dikuasai oleh kolonial Belanda. Pada tahun 1858, seorang ahli geologi kebangsaan Belanda, de Groet, menemukan kandungan batubara di sekitar Sungai Ombilin, Sumatera Barat. Penelitian lanjutan dilakukan oleh R. DM. Verbeck sekitar 10 tahun kemudian dengan hasil yang cukup mencengangkan. Daerah-daerah di sekitar sungai tersebut mengandung batubara hingga kisaran puluhan juta. Baru pada tahun 1892, poduksi pertambangan batubara di Ombilin dimulai.

Manusia rantai adalah orang pribumi yang dijadikan budak oleh penjajah Belanda. Banyak dari mereka menemui ajal saat menambang batu bara. Kita bisa mengetahui kisahnya di Lubang Mbah Soero, Sawahlunto.

Pada awal abad ke-20, orang Belanda mendatangkan mandor dari Jawa, salah satunya Mbah Soero, ia diangkat menjadi mandor oleh Kolonial Belanda karena ilmu kebatinan yang dimilikinya.

Sesampainya para buruh ini di Sawahlunto, mereka langsung dikirim ke penjara orang rantai yang khusus dibuat oleh Belanda untuk para buruh paksa (orang rantai). Mereka dipekerjakan membuka lobang tambang Soegar dengan posisi kaki dirantai, makan seadanya dan menerima upah sangat kecil. Namun, tenaga mereka dikuras habis untuk menyelesaikan konstruksi lobang tambang.

Dulunya, Banyak budak atau manusia rantai yang dikerahkan untuk menggali batu bara di sini karena memang memiliki kualitas batu bara yang sangat baik. Disebut manusia rantai, karena kaki setiap budak dirantai dengan bola besi yang berat.

Mereka bekerja siang malam tanpa henti. Jika melawan kehendak, pecutan dan ragam siksaan lain akan didapat. Karena terlalu keras, tak sedikit dari manusia rantai yang akhirnya jatuh sakit. Alih-alih dilarikan ke rumah sakit atau posko kesehatan terdekat, mereka malah ditaruh di sebuah lubang lainnya.

Tidak ada bantuan medis. Mereka yang sakit hanya didiamkan di sana hingga dijemput ajal. Para juragan tambang kolonial sengaja tidak memotret orang rantai yang sedang bekerja di dalam tambang. Tentunya untuk kepentingan politis. Apa kata dunia nanti? Jadi yang dipotret adalah buruh bebas atau buruh kontrak saja. Ini karena kedua jenis buruh ini juga ada di tambang batu bara ombilin.






No comments:

Post a Comment