Monday, October 15, 2012

Informasi Goa Cerme, Imogiri, Bantul, DIY

Kabupaten Bantul, Yogyakarta ternyata masih memiliki satu lagi objek wisata yang tidak kalah menariknya seperti Wisata alam Goa Cerme. Meskipun di Bantul terdapat dua objek wisata yang terkenal yaitu Pantai Parang Tritis dan Makam Raja-Raja Mataram. Wisata alam Goa Cerme, objek wisata yang tersembunyi di Dusun Srunggo, Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta.Untuk menyusuri seluruh relung Gua Cerme yang memiliki lorong sepanjang 1.200 meter itu, diperlukan waktu sekitar 2 jam lebih. Sepanjang jalan yang dilalui, memiliki alur yang berkelok-kelok, dihiasi stalagtit dan stalagmit yang berlekuk-lekuk. Gua Cerme memiliki panjang 1,5 km yang tembus hingga sendang di wilayah Panggang, desa Ploso, Giritirto, Kabupaten Gunung Kidul. 

Keaslian atau kealamian goa cerme masih terjaga secara utuh, hal ini ditandai dengan tidak diperkenankanya alat penerangan listrik didalam goa. Pada sisi lain juga tidak ditemukannya berupa bangunan buatan manusia seperti jembatan didalam goa untuk sarana penyeberangan dalam susur goa ini. 

Bagi para pengujung yang ingin melihat deretan stalagtit yang menakjubkan, dapat menggunakan alat bantu dari senter yang selalu disediakan para guide sebagai alat penerangan. Para guide yang kebanyakan dari penduduk sekitar dengan penuh kesabaran akan menuntun dan mengantarkan Anda, untuk melihat pesona alam yang terletak diatas bukit dan didalamnya terdapat air jernih yang mengalir dengan tenang. Belum selesai Anda melihat ketakjuban akan kejernihan airnya, Anda akan semakin berdecak kagum ketika dari seperempat perjalanan menyusuri goa menyaksikan deretan stalaktit, yang beraneka wujud dan menempel pada bebatuan dinding goa. Sang guide susur goa akan menjelaskan bagaimana stalaktit itu terbentuk, lengkap dengan berbagai cerita dan mitos dibalik indahnya stalaktit tersebut. 

Menurut sejarah ditemukannya goa cerme dari penduduk sekitar, terjadi beberapa abad yang lalu. Waktu itu Mbah Dipo membuka akar-akar pohon yang menutupi perbukitan di sekitar selatan desa Ploso kabupaten Gunungkidul yang juga berbatasan dengan kabupaten Bantul. Dibalik inisiatif Mbah Dipo untuk membuka akar pepohonan ini, ternyata menemukan sebuah goa, yang pada akhirnya dinamakan goa cerme. Nama gua cerme diambil dari nama hutan yang menutupi goa tersebut yaitu Sermin. Berbagai versi cerita pun mengiringi dibalik nama goa cerme. Konon, nama goa cerme pun berasal para wali songo, yang berasal dari kata ceramah. Entah dari mana perkembangannya, hutan atau alas Sermin itu pun berubah nama menjadi Cerme. Dan nama Cerme hingga kini melekat pada goa tersebut. 

Goa Cerme Sebagai Wisata Petualangan dan Wisata Magis


Sebagai goa yang masih terjaga bentuk keasliannya, goa cerme menawarkan beberapa petualangan menantang didalamnya. Dengan jarak tempuh 1,2 km dari pintu masuk yang masih berada di kawasan Bantul, dan finish di desa Ploso kabupaten Gunungkidul, selama jarak tempuh terbut Anda akan berjalan didalam air dengan ketinggian maksimal satu meter. Licinya bebatuan dan terjalnya batu karang yang ada didalam air tersebut, akan menantang Anda sebagai petualang untuk tetap bertahan hingga menempuh garis finis. 

Strategi menyusuri jalan goa, menjadi panduan penting agar tidak tergelincir dan tersandung batu karang dibalik kedalaman air goa tersebut selama perjalanan. Selama kurang lebih tiga jam perjalanan menuju arah finish, pandangan mata harus benar-benar berkonsentrasi pada medan yang ada, karena sedikit saja konsentrasi anda lepas kontrol, mungkin kepala atau kaki Anda akan menyentuh stalagtit dan batu karang yang keras dan mengakibatkan rasa nyeri. Meskipun sedikit nyeri, petualangan yang terjadi di dalam goa akan terhapus dengan sendirinya. Karena keunikan stalagtit dan stalagmit yang ada disekililingnya menjadi objek pemandangan yang bisa menjadi penawar nyeri tersebut. 

Selama menjelajah didalam goa, ada beberapa titik tempat yang selalu mendapat perhatian setiap para pengunjung wisata goa ini. Sumur zamzam, mahkuto mustoko, watu kaji, paseban, keraton, banyu suci, grojokan sewu, dan kahyangan adalah gugusan stalaktit yang terbentuk selama ratusan tahun. Stalaktit tersebut terletak di kiri dan kanan jalan air, yang jika ingin mencapai tempat tersebut dibutuhkan seorang jiwa petualang. Untuk menuju tempat-tempat tersebut sebenarnya tidak susah, akan tetapi diperlukan keberanian dan perhitungan yang matang agar tidak tergelincir karena licinnya batu tersebut. 

Menerobos gelombang air yang tenang selama perjalanan didalam goa, Anda akan kembali melihat pesona mata air yang mengalir dengan deras dan jernih. Menurut pemandu dan warga sekitar, mata air tersebut dinamakan grojokan sewu. Untuk mencapai lokasi ini, Anda harus melewati rintangan berupa jalan yang sempit dan banyaknya stalagtit yang menjorok kebawah dasar air. Gerojokan sewu ini, berasal dari mata airnya yang sumbernya dari pantai selatan, yang sekaligus memasok debit air yang ada di dalam goa ini. 

Dan selama menuyusuri goa, Anda akan kembali dibuat kagum sekaligus heran oleh beberapa bentuk batu stalagmit dan stalagmit yang menyerupai bentuk kepala kelalawar, binatang sapi, dan bentuk gamelan (alat musik jenis pukul dari kesenian tradisional Jawa. Konon, stalagmit dan stalagtit ini terbentuk dari tetesan-tetesan air dari langit goa yang terjadi selama bebrapa tahun silam. Bentuk batu yang berwujud sapi misalnya, dapat Anda temukan letaknya didekat watu kaji, atau kurang lebih satu jam perjalanan dari pintu masuk goa. Kemudian batu berbentuk gamelan dapat dijumpai sekitar 40 persen perjalanan menjelang finish. 

Menurut kepercayaan penduduk sekitar dan para pengunjung goa yang pernah kesini, di tempat batu berwujud gamelan ini, sesekali terdengar suara seperti dari alat musik tersebut. Menjelang garis finish atau tepatnya 300 meter dari pintu keluar, jika Anda memasuki kawasan ini udara hangat akan begitu terasa bila dibandingkan pada suhu udara sebelum memasuki kawasan ini. 

Konon di daerah kawasan ini, dahulunya pernah dihuni oleh manusia purba, dan ini artinya bahwa goa cerme telah ada kehidupan sebelumnya. Terlepas dari beberapa mitos, dan aura magis yang terkandung didalam goa tersebut, goa cerme tetap lah goa yang berpotensi dijadikan sebagai tempat wisata petualangan yang peruntukan bagi khalayak umum. Hal ini dibuktikan oleh beberapa turis dari manca negara seperti dari Perancis, Belgia, Belanda dan Inggris berwisata di goa ini. Kebanyakan dari para pengunjung, memanfaatkan keindahan dan keeksotikan goa ini, kemudian juga sempat dijadikan untuk penelitian ilmiah dibidang Geologi. Hasil dari penelitian bidang geologi ini menemukan, bahwa kandungan batu yang ada di goa cerme masih tergolong langka di dunia. Kandungan batu tersebut salah satu jenisnya adalah phospor. Jenis batu ini, konon hanya terdapat di goa cerme. Keistimewaan batu phospor ini, dapat memancarkan cahaya ditempat yang gelap. 

Di lokasi sekitar goa cerme, terdapat gardu pandang yang tersebar di lima titik lokasi taman goa. Dari gardu pandang ini, Anda dapat menyaksikan aura keindahan kota Yogyakarta. Selain itu, di goa cerme ini ada seni jathilan, atau biasa disebut kuda lumping yang siap menghibur Anda. Biasanya seni jathilan ini, hanya ada dalam satu tahun sekali. Dan itupun bertepatan dengan waktu bersih desa. Namun sekarang, demi memuaskan pengunjung wisata di goa cerme, kesenian tersebut dapat diminta untuk menghibur meskipun secara dadakan. Masih dikawasan goa cerme, jika Anda pecinta tanaman hias, para penduduk setempat menyediakan aneka bonsai seperti bunga anggrek, serut, asem, beringin, preh, jati dan lain-lain. Singkatnya, tanaman hias tersebut, dapat menjadi tanda kenangan dari beberapa sisi cerita indah tentang goa cerme yang berwujud. Selamat Berlibur, dan temukan kesegaran udara alam dikawasan goa cerme, dari selatan kota Yogyakarta.

Monday, September 10, 2012

Informasi Pantai Baron, Gunung Kidul, DIY

Pantai Baron merupakan pintu gerbang masuk kawasan obyek wisata pantai Gunungkidul yang lain seperti: Pantai Kukup, Pantai Sepanjang, Pantai Drini, Pantai Krakal, Pantai Slili dan Ngandong, Pantai Sundak (Tujuh Pantai Dalam Satu Kawasan). Pantai Baron dikelilingi bukit-bukit kapur yang di atasnya terdapat jalan setapak dimana wisatawan dapat menikmati keindahan laut yang luas dan khas. Di sebelah barat, terdapat muara air sungai bawah tanah (air tawar) sehingga ada suatu tempat pertemuan antara air laut dan air tawar. Koordinat lokasi: 8°7'51"S 110°32'52"E, Kecamatan: Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul.

Pantai Baron terletak di Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, sekitar 20 km arah selatan kota Wonosari dan 40 km dari kota Yogyakarta.Di sekitaran obejek wisata Pantai Baron terdapat sebuah sungai bawah tanah yang dapat digunakan untuk pemandian setelah pengunjung bermain dilaut. Selain itu para pengunjung juga bisa menikmati aneka hidangat ikan laut segar siap saji dengan harga yang terjangkau. menu khas Pantai Baron yaitu Sop kakap.

Pada sisi sebelah timur pantai baron bisa dicapai melalui jalan setapak yang melingkar dan terdapat sebuah bukit kapur, pengunjung dapat juga beristirahat di gardu pandang, pengunjung akan dapat menghirup udara pantai yang segar. Setiap bulan suro masyarakat nelayan Pantai Baron maupun pantai kukup akan bersama sama menyelenggarakan sebuah Upacara sedekah laut, upacara tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas panenan ikan yang melimpah serta keselamatan dalam mencari ikan dilaut.



Rute Pantai Baron:

Untuk menuju Pantai Baron masih satu rute dengan pantai Kukup,maupun pantai pantai yang berada dia area pantai baron, Objek wisata Pantai Baron berada di selatan dari kota wonosari,Gunung kidul dengan jarak tempuh sekitar 25 km . Jika pengunjung dari kota Yogyakarta untuk menuju ke pantai baron ini membutuhkan waktu tempuh sekitar 1,5 jam baik itu menggunakan kendaraan bermotor.Baik Roda empat Maupun Roda Dua. untuk bisa sampai ke objek wisata Pantai Kukup juga ada angkutan Umum.

Jalanan menuju pantai Baron ini berkelok-kelok serta naik-turun. Jadi pengunjung harap berhati-hati jika menggunakan kendaraan menuju objek wisata pantai Baron .walaupun jalan berkelok-kelok.tapi jalan sudah sangat bagus.untuk bisa menuju Objek wisata Pantai Baron beberapa jalan bila dari kota yogyakarta,diantara lewat kota wonosari atau juga bisa lewat kecamatan panggang akan tetapi harus melalui kecamatan Imogiri, Bantul, Yogyakarta.





Thursday, July 12, 2012

Sejarah Gua Selarong

Sejarah Gua Selarong Gua Selarong adalah gua bermuatan sejarah yang berlokasi di di Dukuh Kembangputihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta. Gua yang terbentuk di perbukitan batu padas ini digunakan sebagai markas gerilya Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830) melawan tentara Hindia Belanda. Pangeran Diponegoro pindah ke gua ini setelah rumahnya di Tegalrejo diserang dan dibakar habis oleh Belanda. 

Gua Selarong sekarang merupakan objek wisata dengan dilengkapi area bumi perkemahan. Objek ini berlokasi sekitar 14 km arah selatan Kota Yogyakarta, di puncak bukit yang ditumbuhi banyak pohon. Di sekitar Gua Selarong juga sedang dikaji pengembangan objek agrowisata dengan klengkeng sebagai daya tarik utama. 

Sejarah Perjuangan Pangeran Diponegoro di Selarong 

Pada tanggal 21 Juli 1825, pasukan Belanda pimpinan asisten Residen Chevallier mengepung Dalem Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Akan Tetapi Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri dan menuju ke Selarong. Di tempat tersebut secara diam-diam telah dipersiapkan untuk dijadikan markas besar. 

Selarong sendiri merupakan desa strategis yang terletak di kaki bukit kapur, berjarak sekitar enam pal (sekitar 9 Km) dari kota Yogyakarta. Setelah Peristiwa di Tegalrejo sampai ke Kraton, banyak kaum bangsawan yang meninggalkan istana dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro. Mereka adalah anak cucu dari Sultan Hamengkubuwono I, II dan III yang berjumlah tidak kurang dari 77 orang dan ditambah pengikutnya. 

Dengan demikian pada akhir juli 1825. di Selarong telah berkumpul bangsawan-bangsawan yang nantinya menjadi panglima dalam pasukan Pangeran Diponegoron. Mereka adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegoro, Pangeran Panular, Adiwinoto Suryodipuro, Blitar, Kyai Mojo, Pangeran Ronggo, Ngabei Mangunharjo dan Pangeran Surenglogo. Pangeran Diponegoro juga memerintahkan Joyomenggolo, Bahuyudo dan Honggowikromo untuk memobilisasi pendulduk desa sekitar Selarong dan bersiap melakukan perang. Di tempat ini juga disusun strategi dan langkah-langkah untuk memastikan sasaran yang akan djserang. 

Pada tanggal 31 Juli 1825 Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi menulis surat kepada masyarakat Kedu agar bersiap melakukan perang. Dalam surat itu beliau mengatakan bahwa sudah saatnya Kedu kembali ke wilayah Kasultanan Yogyakarta setelah dirampas oleh Belanda. Di Selarong dibentuk beberapa batalyon yang dipimpin oleh Ing Ngabei Joyokusumo, Pangeran Prabu Wiromenggolo dan Sentot Prawirodirja dengan pakaian dan atribut yang berbeda. 

Sepanjang bulan Juli 1825 hampir seluruh pinggiran kota diduduki oleh pasukan Diponegoro. Markas besar Pangeran Diponegoro di Selarong dipimpin oleh lima serangkai yang terdiri dari Pangeran Diponegoro sebagai ketua markas, Pangeran Mangkubumi merupakan anggota tertua sebagai penasehat dan pengurus rumah tangga, Pangeran Angabei Jayakusuma sebagai panglima pengatur siasat dan penasehat di medan perang Alibasah Sentot Prawirodirjo yang sejsk kecil di didik di Istana dan setelah perang Diponegoro bergabung dengan Pangeran Diponergoro dan Kyai Maja sebagau penasehat rohani pasukan Pangeran Diponegoro. 

Pada tanggal 7 Agustus 1825 Pasukan Diponegoro dengan kekuatan sekitar 6.000 orang menyerbu Negara Yogyakarta dan berhasil menguasainya. Meski demikian Pangeran Diponegoro tidak menduduki kota Yogyakarta dan Sri Sultan HB V berhasil diselamatkan dan diamankan di Benteng Vredeburg dengan pengawalan ketat dari Kraton. Peristiwa 21 Juli 1825 di Yogyakarta sampai kepada Komisaris Jenderal van Der Capellen pada tanggal 24 Juli 1825. Selanjutnya diputuskan untuk mengangkat Lentan Jenderal H.M. De Kock sebagai komisaris pemerintah untuk Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang diberikan hak istimewa di bidang militer maupun sipil. Berbagai upaya dilakukan oleh Jenderal De Kock antara lainmenulis surat kepada P. Diponegoro yang isinya mengajak P.Diponegoro untuk berdamai. Tetapi ajakan berunding tersebut ditolak secara tegas oleh Pangeran Diponegoro. 

Dengan penolakan tersebut maka Jenderal De Kock memerintahkan untuk menyerbu Selarong. Akan tetapi ketika pasukan Belanda tiba di Selarong, desa itu sepi karena pasukan Pangeran Diponegoro sudah berpencar di berbagai arah. Menurut babad, selanjutnya Pangeran Diponegoro mendirikan markas di Dekso yang berlangsung kurang lebih 10 bulan dari tanggal 4 November 1825 sampai dengan 4 Agustus 1826. 

Selama bermarkas di Selarong pasukan Belanda telah melakukan penyerangan tiga kali Serangan pertama pada tanggal 25 Juli 1825 yang dipimpin oleh Kapten Bouwes. Serangan ini merupakan aksi perlawanan Pangeran Diponegoro di Logorok dekat Pisangan Yogyakarta, yang mengakibatkan 215 pasukan Belanda menyerah. Serangan kedua pada bulan September di bawah pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbac dan serangan ketiga tanggal 4 November 1825. Setiap pasukan Belanda menyerang Selarong maka Pasukan Pangeran Diponegoro menghilang di goa-goa sekitar Selarong.

Wednesday, March 7, 2012

Sejarah Makam Raja - Raja Mataram di Imogiri, Bantul, DIY

Makam Imogiri merupakan komplek makam bagi raja-raja Mataram dan keluarganya yang berada di Ginirejo Imogiri kabupaten Bantul. Makam ini didirikan antara tahun 1632 - 1640M oleh Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, Sultan Mataram ke-3, keturunan dari Panembahan Senopati , Raja Mataram ke-1, dan merupakan bangunan milik keraton kasultanan.

Makam Raja-raja Mataram di Imogiri dikenal juga dengan nama Pajimatan Girirejo Imogiri, yang merupakan suatu kompleks khusus sebagai area pemakaman raja-raja keturunan Kesultanan Mataram Islam, termasuk raja-raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kompleks pemakaman raja-raja Imogiri terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta sejauh 17 kilometer. Dari Kota Surakarta, jarak ke Imogiri adalah sekitar 77 kilometer. Secara administratif, kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri  ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sejarah berdirinya Makam Raja-Raja Imogiri

Sejarah berdirinya makam Raja-raja Mataram di Imogiri bermula dari ketika Kesultanan Mataram Islam dipimpin oleh salah satu raja terbesarnya, yakni Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma, atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Agung, yang memerintah pada periode 1613-1645. Sultan Agung adalah raja ketiga Kesultanan Mataram Islam setelah Panembahan Senopati dan Panembahan Seda Krapyak. Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, nama besar Sultan Agung sangat dikenal karena selain ia mampu menguasai hampir seluruh tanah Jawa, Sultan Agung juga dikenal sebagai sosok pejuang yang gagah berani. Bersama pasukannya, Sultan Agung pernah menyerang markas besar penjajah Belanda di Batavia pada tahun 1628 dan 1629, kendati dua kali percobaan penyerangannya itu belum membuahkan hasil yang maksimal.

Keterangan mengenai asal-usul dibangunnya Makam Raja-raja Mataram di Imogiri dijelaskan dalam buku Riwayat Pasarean Imogiri Mataram. Di kitab itu dituliskan bahwa sejak awal Sultan Agung memang sudah berkeinginan untuk membangun sebuah kompleks khusus untuk tempat pemakamannya kelak. Awalnya, Sultan Agung ingin dimakamkan di tanah suci Mekkah saat beliau meninggal dunia nanti. Namun, keinginan ini tidak memperoleh izin dari pejabat agama yang berwenang di Arab Saudi. Sultan Agung tak lantas menyerah. Beliau kemudian mengambil segenggam pasir dari tanah Mekkah. Lalu, segenggam pasir itu dilemparkan ke tanah Jawa. Konon, tempat di mana pasir itu jatuh, maka di situlah tempat yang paling baik untuk dijadikan sebagai lokasi makam.

Pasir yang dilemparkan oleh Sultan Agung itu jatuh di sebuah tempat yang benrma Giriloyo. Namun, tempat itu ternyata telah diincar oleh Gusti Pangeran Juminah dari Kesultanan Cirebon, yang sekaligus juga paman Sultan Agung, sehingga Sultan Agung kemudian membatalkan niatnya untuk menjadikan Giriloyo sebagai makamnya kelak. Sultan Agung lalu mengambil segenggam pasir lagi dari tanah suci dan lantas dilemparkannya ke tanah Jawa. Lemparan pasir yang kedua ini jatuh di sebuah tempat yang berada di rangkaian Pegunungan Merak yang terletak di sebelah selatan pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam. Di tempat yang bernama Girirejo dan kelak disebut juga dengan nama Imogiri inilah Sultan Agung membangun kompleks pemakaman untuk dirinya kelak.

Pembagian Lokasi Makam Raja-Raja Imogiri

Pembangunan kompleks makam di Imogiri memang khusus diperuntukkan bagi raja-raja Kesultanan Mataram Islam yang mangkat. Sultan Agung ternyata menjadi Raja Kesultanan Mataram Islam pertama dan terakhir yang dikuburkan di Imogiri, karena penggantinya, yakni anak Sultan Agung yang bernama Raden Mas Sayiddin kemudian menyandang gelar Amangkurat I (1645-1677) dikebumikan bukan di Imogiri atas permintannya sendiri. Amangkurat I adalah raja Kesultanan Mataram Islam yang terakhir sebelum terjadi perpecahan di kalangan wangsa Mataram dan kemudian menjadi penyebab berdirinya Kasunanan Kartasura Hadiningrat.

Kerajaan ini pada akhirnya mengalami perpecahan lagi sehingga muncul dua kerajaan baru sebagai penerus Dinasti Mataram, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Meskipun demikian Kesultanan Mataram Islam mengalami perpecahan, raja-raja dari kerajaan penerusnya, yakni Kasunanan Kartasura Hadiningrat dan kemudian berlanjut pada era Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, tetap dikebumikan di Imogiri. Sejak munculnya dua kerajaan besar penerus Mataram, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, kompleks pemakaman Raja-raja di Imogiri kemudian diberi sekat untuk memisahkan wilayah di kompleks pemakaman untuk masing-masing keluarga kerajaan pecahan Mataram yang masih eksis hingga kini tersebut.

Adapun Raja-raja Kesultanan Mataram Islam beserta keturunannya yang dimakamkan di Imogiri antara lain: Sultan Agung (1613-1645) raja Kesultanan Mataram Islam, Raja-raja Kasunanan Kartasura Hadiningrat yakni Sri Susuhunan Prabu Amangkurat II atau Amangkurat Amral (1680–1702), Sri Susuhunan Prabu Amangkurat III atau Amangkurat Mas (1702-1705), Sri Susuhunan Pakubuwono I (1705-1719), dan Sri Susuhunan Prabu Amangkurat IV (1719-1726). Selain itu, seluruh raja yang pernah berkuasa secara turun-temurun di Kasunanan Surakarta Hadiningrat setelah Kasunanan Kartasura Hadiningrat runtuh juga dimakamkan di Imogiri, yakni dari Sri Susuhunan Pakubuwono II (1745-1749) hingga Sri Susuhunan Pakubuwono XII (1944-2004). Kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri  juga menjadi tempat persemayaman terakhir bagi raja-raja yang pernah bertahta di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sampai dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX (1940-1988), kecuali Sri Sultan Hamengkubuwono II (1750-1828) yang dikebumikan di makam raja-raja Mataram sebelum era Sultan Agung yang berlokasi di Kotagede, Yogyakarta.

Secara lebih rinci, kompleks pemakaman di Imogiri dibagi menjadi 8 (delapan) kelompok lokasi, antara lain sebagai berikut:
  1. Kesultanan Agungan. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam Sultan Agung Hanyokrokusumo, permaisuri, Amangkurat II, dan Amangkurat III.
  2. Paku Buwanan. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam Sri Susuhunan Pakubuwono I, Hamangkurat IV, dan Sri Susuhunan Pakubuwono II.
  3. Kasuwargan Yogyakarta. Kompleks ini menjadi lokasi untuk makam raja-raja awal Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat,, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono I dan Sri Sultan Hamengkubuwono III. 
  4. Besiyaran Yogyakarta. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam raja-raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat generasi berikutnya, yaitu dari Sri Sultan Hamengkubuwono IV, Sri Sultan Hamengkubuwono V, dan Sri Sultan Hamengkubuwono VI.
  5. Saptorenggo Yogyakarta. Kompleks ini masih menjadi lokasi makam raja-raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu dari Sri Sultan Hamengkubuwono VII, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
  6. Kasuwargan Surakarta. Kompleks ini merupakan lokasi untuk makam raja-raja awal Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dari Sri Susuhunan Pakubuwono III, Sri Susuhunan Pakubuwono IV, dan Sri Susuhunan Pakubuwono V.
  7. Kaping Sangan Surakarta. Kompleks ini menjadi makam untuk raja-raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang berikutnya, yaitu dari Sri Susuhunan Pakubuwono VI, Sri Susuhunan Pakubuwono VII, Sri Susuhunan Pakubuwono VIII, dan Sri Susuhunan Pakubuwono IX.
  8. Girimulya Surakarta. Kompleks ini juga merupakan kompleks makam untuk raja-raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yaitu untuk Sri Susuhunan Pakubuwono X, Sri Susuhunan Pakubuwono XI, dan Sri Susuhunan Pakubuwono XII.
Arsitektur Makam Raja-Raja Imogiri


Sultan Agung mempercayakan proyek pembangunan area pemakaman di Imogiri kepada salah satu orang kepercayaannya yang bernama Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo. Corak arsitektur pada bangunan-bangunan yang terdapat di kompleks makam Raja-raja Mataram di Imogiri merupakan perpaduan antara pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam. Corak peradaban Hindu, misalnya, tampak pada bagian gapura atau pintu masuk atau gapura yang dibangun dengan corak mirip dengan bentuk candi yang terbelah. Di sekeliling kompleks makam, terdapat 4 (empat) gapura sebagai gerbang pintu untuk masuk dan keluar ke area kompleks makam. Keempat gapura itu masing-masing bernama Gapura Kori Supit Urang, Regol Sri Manganti I, Regol Sri Manganti II, dan Gapura Papak.

Keempat gapura tersebut dihubungkan oleh barisan tembok pagar yang disebut kelir. Sama seperti macam gapura, terdapat 4 (empat) jenis kelir yang mengelilingi kompleks Makam Raja-raja di Imogiri. Kelir yang pertama adalah Kelir Gapura Supit Urang yang memiliki panjang 4,40 x 0,60 meter, kelir ini terbuat dari susunan batu bata yang ditata tanpa menggunakan semen. Kelir yang kedua dinamakan Kelir Regol Sri Manganti I, kelir ini berukuran 4,35 x 0,40 meter juga disusun dari batu bata tanpa semen di mana bagian atap kelir ini berwujud polos sedangkan pada bagian bawahnya beralaskan 17 bidang berbentuk segi empat dan segi enam. Berikutnya adalah Kelir Regol Sri Manganti II yang terbuat dari batu bata dengan ukuran 4 x 0,20 meter,  kelir ini dihiasi ornamen-ornamen dengan ukiran yang berpola geometris dan diselingi pola tumbuh-tumbuhan. Yang terakhir adalah Kelir Gapura Papak, terdiri dari susunan batu putih berbentuk huruf L dan sama sekali tidak berhias.

Apabila dilihat dari segi penyusunannya, secara umum bentuk makam Raja-raja Mataram di Imogiri adalah berbentuk segitiga. Terdapat 3 (tiga) bagian yang ada di dalam kompleks pemakaman yang berbentuk segitiga ini. Bagian pertama yang terletak di bagian paling atas adalah lokasi makam Sultan Agung Hanyokrokusumo. Bagian kedua berada di sisi sebelah timur adalah kompleks pemakaman untuk Raja-raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Bagian terakhir, yakni yang terletak di sisi sebelah barat merupakan lokasi pemakaman untuk para Raja yang pernah bertahta di Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Aturan dan Larangan di Makam Raja-Raja Imogiri

Sekarang ini, kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri telah menjadi salah satu tempat tujuan wisata budaya, sehingga dibuka untuk umum kendati pada hari-hari tertentu kompleks yang dianggap sakral ini ditutup untuk kepentingan keraton. Meskipun dapat dikunjungi oleh wisatawan, baik pelancong domestik ataupun turis mancanegara, terdapat beberapa aturan khusus yang harus dipatuhi oleh setiap tamu yang berkunjung. Sejumlah aturan itu antara lain:
  1. Para peziarah diwajibkan berlaku sopan dan menjaga tata krama, baik pikiran, ucapan dan perbuatan, selama berada di area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
  2. Para peziarah diwajibkan melepas alas kaki sebelum masuk masuk ke area inti Makam Raja-raja di Imogiri.
  3. Para peziarah dilarang memakai perhiasan, terutama yang terbuat dari bahan emas, selama berada di area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
  4. Para peziarah tidak diperbolehkan membawa kamera atau mengambil gambar di area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
  5. Bagi pengunjung perempuan yang sedang datang bulan (hadi) dilarang keras masuk area kompleks Makam Raja-raja di Imogiri.
  6. Para peziarah juga harus berpakaian adat Jawa sebelum memasuki area inti pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri. Untuk peziarah laki-laki minimal harus memakai perlengkapan seperti blangkon, beskap, kain, sabuk, timang, dan samir. Sedangkan untuk pengunjung perempuan memakai kemben dan kain panjang. Perlengkapan pakaian tradisional Jawa ini disediakan oleh pengelola Makam Raja-raja Mataram di Imogiri.
Sisi Lain Makam Raja-Raja Imogiri


Di kompleks Raja-raja Mataram di Imogiri juga terdapat masjid bersejarah yang didirikan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Hingga kini, masjid yang menyimpan riwayat panjang ini masih terawat dengan baik dan masih digunakan untuk beribadah serta kegiatan-kegiatan agama lainnya. Bentuk bangunan masjid ini masih asli, begitu pula dengan berbagai perabotan yang ada di dalamnya. Keaslian masjid ini terlihat dari tiang utama atau soko guru yang terbuat dari kayu jati dengan ditopang oleh umpak berbentuk persegi yang berasal dari batu kali. Mihrab atau mimbar untuk imam juga masih tampak asli, berupa relung atau lekukan yang dibuat pada dinding sebelah barat. Ornamen yang menghiasi mimbar itu berupa ukir-ukiran yang di antaranya ada yang menyerupai bentuk kala. Selain itu, masih terdapat kolam yang terletak di halaman depan masjid. Baik soko guru, mihrab, dan kolam di masjid ini sudah ada sejak berdirinya masjid ini, yakni pada masa Kesultanan Mataram Islam dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Masih ada lagi benda-benda bersejarah yang terdapat di kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri. Salah satunya adalah padhasan (gentong) kuno yang merupakan hadiah dari negeri-negeri sahabat Kesultanan Mataram Islam. Ada 4 (empat) gentong bersejarah yang terdapat di kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri. Gentong pemberian dari Kerajaan Siam (Thailand) diberi nama Nyai Siyem, gentong hadiah dari Kerajaan Rum (Turki) diberi nama Kyai Mendung, gentong yang berasal dari Aceh diberi nama Kyai Danumaya, dan gentong pemberian dari Sultan Palembang diberi nama Nyai Danumurti. Sebagian orang meyakini bahwa air yang ditampung di dalam keempat gentong tersebut memiliki banyak khasiat. Banyak orang yang percaya bahwa jika meminum air dalam gentong itu akan terjaga kesehatannya, sembuh penyakitnya, bahkan dipercaya bisa mendatangkan kesuksesan dalam hidup. Oleh karena itu, banyak di antara peziarah yang berkunjung ke kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri menyempatkan diri untuk meminum air dari gentong-gentong itu, bahkan tidak jarang mengambil sedikit untuk dibawa pulang.

Bencana gempa bumi dahsyat yang mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada tanggal 27 Mei 2006 silam juga berdampak cukup serius terhadap bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di dalam kompleks Makam Raja-raja di Imogiri. Ada beberapa tembok bangunan makam yang runtuh akibat guncangan gempa bumi di mana pusat gempa berada tidak seberapa jauh dari lokasi makam. Tidak hanya tembok, bahkan pintu gerbang makam Sultan Agung Hanyokrokusumo pun ikut rusak akibat gempa. Sejauh ini belum terlihat adanya renovasi yang maksimal untuk memperbaiki bangunan cagar budaya ini. Beberapa tembok bangunan yang miring hanya ditopang dengan menggunakan bambu atau kayu, sedangkan tembok dan pintu yang rusak ditutupi dengan seng.

Selain menjadi tempat wisata sejarah, Makam Imogiri juga menjadi tempat wisata religius, yaitu sebagai tempat ziarah. Pada bulan Suro menurut kalender jawa, di makam ini dilaksanakan upacara pembersihan "nguras" Padasan Kong Enceh. 

Tata cara memasuki makam di tempat ini adalah pengunjung diharuskan memakai pakaian tradisonil Mataram. Pria harus mengenakan pakaian peranakan berupa beskap berwarna hitam atau biru tua bergaris-garis, tanpa memakai keris, atau hanya memakai kain/jarit tanpa baju. Sedangkan wanita harus mengenakan kemben.Selama berziarah pengunjung tidak diperkenankan memakai perhiasan. Bagi kerabat istana khususnya putra-putri raja ada peraturan tersendiri, pria memakai beskap tanpa keris, puteri dewasa mengenakan kebaya dengan ukel tekuk, sedangkan puteri yang masih kecil memakai sabuk wolo ukel konde. 

Konstruksi bangunan Makam Imogiri terbuat dari batubata. Bangunan - bangunan yang ada di komplek makam lmogiri adalah : 
  1. Masjid 
  2. Gapura 
  3. Kelir, yaitu sebuah bangunan pagar tembok yang berfungsi sebagai aling-aling pintu gerbang. Padasan. 
  4. Padasan merupakan tempat berwudlu / bersuci dan biasanya disebut enceh atau Kong. Enceh-enceh ini diisi setahun sekali pada hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon yang pertama di bulan Suro dengan upacara tradisi khusus. 
  5. Nisan, nisan untuk wanita biasanya bagian atasnya tumpul atau membulat , nisan untuk pria bagian atasnya runcing. Nisan-nisan di komplek makam ini di bagi dalam 8 (delapan) kelompok makam. Kolam, terletak di halaman depan masjid.

Wednesday, February 29, 2012

Informasi Pantai Glagah, Kulon Progo, DIY

Informasi Pantai Glagah, Kulon Progo, DIY


Sebuah dataran pantai yang lapang akan segera menyapa jika berkunjung ke Pantai Glagah. Kelapangan dataran pantai ini memberi anda kesempatan untuk merentangkan pandangan ke seluruh penjuru. Merentang pandangan ke depan, anda bisa melihat garis horizon maha panjang yang mempertemukan langit dan lautan. Sementara keindahan kelokan garis pantai akan memanjakan mata bila mengalihkan pandangan ke barat atau timur. Dataran pantai yang lapang dan garis pantai yang panjang juga memberikan anda sejumlah lokasi alternatif untuk melihat keindahan pemandangan pantai.

Masing-masing lokasi seolah memiliki nuansa yang berbeda walau masih terletak dalam satu kawasan. Di setiap lokasi itu, anda bisa menikmati seluruh keindahan pantai dengan leluasa, sama sekali tak ada karang-karang raksasa yang kadang menghalangi pandangan mata. Lokasi pertama yang sangat tepat untuk melihat pemandangan pantai adalah sebuah lokasi yang akan dijadikan pelabuhan beberapa tahun ke depan. 

Anda bisa menjumpainya bila telah sampai di belokan pertama dari pos retribusi, tandanya adalah sebuah plang bertuliskan PP. Pertemuan aliran sungai dengan ombak lautan yang penuh harmoni bisa disaksikan dengan menaiki sebuah gardu pandang yang terdapat di sana. Sepanjang lokasi pertama hingga beberapa ratus meter ke arah barat, anda bisa menjumpai sebuah laguna dengan aliran air yang menuju ke arah muara sungai. Laguna ini membagi kawasan pantai menjadi dua, lokasi yang masih ditumbuhi oleh beberapa tumbuhan pantai dan rerumputan dan lokasi gundukan pasir yang langsung berbatasan dengan lautan. Anda bisa menyeberang ke lokasi gundukan pasir melewati jalan penghubung yang terletak tak jauh dari muara sungai. Berjalan lebih ke barat, anda bisa menyaksikan aktivitas warga sekitar dan beberapa wisatawan memancing ikan.

Daerah pantai yang cukup landai memberi anugerah ikan dalam jumlah yang cukup besar. Sejumlah kios yang menjajakan sea food juga terdapat, menyajikan beragam menu yang pantas untuk dicoba. Selain pemandangan pantai yang indah, Pantai Glagah juga memiliki beragam fasilitas wisata pantai. Salah satu adalah area motor cross yang terletak persis di pinggir pantai dengan luas yang cukup besar, memberi kepuasan bagi anda penggemar olahraga ini. Sementara itu, jalan beraspal yang menghubungkan pantai Glagah dengan pantai-pantai lain bisa dimanfaatkan sebagai arena olah raga sepeda pantai. Anda bahkan bisa menikmati fasilitas agrowisata pantai dengan mengunjungi perkebunan Kusumo Wanadri. Di sana, anda bisa mengamati proses budidaya beragam tanaman obat mujarab, seperti buah naga dan bunga roselle. 

Selain itu, anda juga bisa menyewa gethek, kano dan bebek dayung yang bisa digunakan untuk tur menyusuri laguna atau sekedar menyeberang lewat jembatan kayu menuju lokasi gundukan pasir di tepi pantai. Lelah berkeliling, anda bisa beristirahat di gubug lesehan dalam kawasan areal perkebunan Kusumo Wanadri. Sejumlah menu makanan dan minuman eksotik pantas untuk dicoba. Anda bisa mencicipi jus buah naga yang menyegarkan dan dikenal mampu menyembuhkan beragam penyakit, atau memesan es sirup bunga roselle yang mampu melepas dahaga sekaligus menetralisir beragam jenis racun dalam tubuh. 

Untuk menikmati keseluruhan keindahan pemandangan pantai Glagah, anda bisa melaju melintasi dua alternatif jalan. Pertama, berjalan ke selatan melewati jalan Bantul dan berbelok ke kanan menuju jalur Bantul - Purworejo setelah sampai di Palbapang. Kedua, berjalan ke barat melewati lintasan jalan Yogyakarta - Wates - Purworejo dan berbelok ke kiri setelah menjumpai plang menuju Pantai Glagah. Anda bisa menggunakan kendaraan pribadi untuk lebih mudah mengaksesnya. 

Perjalanan ke pantai ini tak sesulit perjalanan menuju pantai di wilayah Gunung Kidul. Jalan-jalan yang dilalui cenderung datar dan tak banyak tanjakan sehingga anda bisa menempuhnya sambil bersantai. Lintasan menuju kota Purworejo itu juga menghubungkan Pantai Glagah dengan pantai-pantai lain di Kabupaten Kulon Progo. Jadi, sekali mengayuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, anda bisa mengunjungi pantai-pantai lain setelahnya.