Masyarakat
setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan
tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada
tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi
dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu
(lawang).
Bangunan
kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai
kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT
Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan
Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor
Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah.
Pada
masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu
ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14
Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran
yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan
Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang
dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang
Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota
Semarang yang patut dilindungi. Saat ini bangunan tua tersebut telah
mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit
Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero
Sejarah Bangunan Lawang Sewu
Lawang
Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh
pemerintahan kolonial Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan
tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de
Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat
Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi
perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS.
Namun
pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya
membutuhkan penambahan jumlah personel teknis dan bagian administrasi
yang tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran.
Salah satu akibatnya kantor pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi
tidak lagi memadai. NIS pun menyewa beberapa bangunan milik perseorangan
sebagai jalan keluar sementara. Namun hal tersebut dirasa tidak
efisien.
Belum
lagi dengan keberadaan lokasi Stasiun Samarang NIS yang terletak di
kawasan rawa-rawa hingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi
pertimbangan penting. Kemudian diputuskan untuk membangun kantor
administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu
berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen.
Letaknya
di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut
pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju
Kendal). NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang
kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek
yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di
Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang.
Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah
bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula
kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun
1903.